Pertahanan Keamanan Indonesia ke Depan Fokus pada Penguatan Strategi Pertahanan Maritim

Dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Universitas Paramadina bertajuk
JAKARTA - Dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Universitas Paramadina bertajuk "Apa Visi ke Depan? Pertahanan Negara, Kedaulatan Bangsa," Dr. Peni Hanggarini menyampaikan pentingnya mempertimbangkan penguatan strategi pertahanan maritim untuk menjawab dinamika dan ketidakpastian dalam lingkungan strategis Indonesia.
Menurut Dr. Peni, yang juga merupakan Dosen di Universitas Paramadina, penguatan strategi pertahanan maritim menjadi krusial mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim.
Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi kekuatan maritim yang assertive, bukan agresif, dan perlu mengelola potensi ancaman keamanan global di wilayah maritim dengan lebih baik, didukung oleh teknologi.
"Penguatan strategi pertahanan maritim harus memahami bahwa ancaman hankam harus ditanggapi dengan sistem pertahanan semesta yang mengintegrasikan kekuatan pertahanan militer dan non-militer," jelasnya. "Visi pertahanan ke depan harus didasarkan pada visi yang cerdas, spesifik, terukur, dapat dicapai, dan berbasis waktu."
Marsekal (Purn) Chappy Hakim, Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, menyoroti pentingnya konsep Pertahanan Keamanan Nasional (Defense White Paper) yang harus disosialisasikan agar semua pihak memahami perannya dalam situasi perang. ]
Ia juga mengingatkan bahwa masa depan pertahanan telah memasuki domain cyber world sebagai domain kelima setelah daratan, perairan, udara, dan angkasa luar.
Prof Dr Imron Cotan, narasumber lainnya, menjelaskan ancaman terhadap pertahanan dan keamanan dari perspektif Cyber War, yang dianggap sebagai matra baru. Ia menegaskan bahwa Amerika Serikat dan China memiliki agenda yang sama terhadap Indonesia, yaitu menciptakan masyarakat yang sekuler dan liberal.
Pengamat Pertahanan dan Militer, Dr. Connie Rahakundini, menekankan perlunya Indonesia memainkan peran aktif dalam menghadapi tantangan arsitektur keamanan global.
Connie juga mengingatkan bahwa Indonesia, berdasarkan riset Lemhanas, dikategorikan sebagai kawasan merah oleh beberapa negara maju pada 2023, yang berpotensi mengalami konflik.
"Proses pilpres dan menjaga demokratisasi di Indonesia harus dilaksanakan dengan serius dan hati-hati," pungkasnya. "Indonesia harus mampu memainkan peran proaktif dan berpengaruh dalam keamanan dunia dengan menjadi negara poros maritim, dirgantara, dan permukaan dunia," tutupnya.
Editor :Yefrizal
Source : universitas Paramadina