Profesor Didik J Rachbini Soroti Pengeluaran APBN dan Utang yang Terus Meningkat

Profesor Didik J. Rachbini menyoroti aspek paling rapuh dari pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu utang yang terus menggunung dan diwariskan secara terus menerus.
JAKARTA - Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina dengan tema "Evaluasi Akhir Tahun pada Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum," Profesor Didik J. Rachbini menyoroti aspek paling rapuh dari pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu utang yang terus menggunung dan diwariskan secara terus menerus.
Acara daring ini dimoderatori oleh Nurliya Apriyana, MM, Dosen Manajemen FEB Universitas Paramadina, pada Kamis (14/12/2023).
Prof. Didik menjelaskan bahwa saat ini anggaran menjadi pilar yang paling penting sebagai cermin dari demokrasi. Namun, ia menyoroti praktik kurang transparan dalam pengelolaan dana, khususnya selama pandemi Covid-19. Ia mencatat bahwa meskipun seharusnya sebagian besar kegiatan terhenti selama pandemi, negara malah berhutang sebesar 1.500 triliun untuk keperluan yang dianggap tidak efektif.
"Pada dasarnya, APBN merupakan cermin dari sebuah kebijakan, perilaku politik, dan bandit-banditnya. APBN bisa dipakai secara legal tetapi curang untuk alat politik, Pilpres, Pileg, dan lain sebagainya. Presiden ke depan jangan meniru pengelolaan anggaran seperti sekarang," ungkap Prof. Didik.
Dalam konteks politik, Didik menyoroti kemunduran demokrasi dalam satu dekade terakhir. Ia menekankan bahwa fondasi demokrasi pasca reformasi merupakan dasar bagi ekonomi yang baik, namun terjadi kemunduran dengan matinya check and balances, peran parlemen yang melemah, dan adanya upaya perpanjangan masa jabatan.
Prof. Didin S. Damanhuri, Guru Besar Universitas Paramadina, menambahkan bahwa kejaksaan agung dipakai sebagai instrumen lawan politik atau aliansi, penggunaan buzzer dan influencer menggunakan biaya APBN konsisten dilakukan oleh pemerintah. Suara masyarakat juga dibungkam oleh UU ITE dan lawan politik langsung dilaporkan.
Diskusi juga membahas permasalahan utang yang semakin meningkat, seperti proyek Kereta Cepat dan proyek IKN yang terburu-buru. Masalah impor pangan, kartel, dan situasi ekonomi Indonesia yang terjebak dalam middle-income trap juga menjadi sorotan.
Para pembicara mengingatkan akan pentingnya mengaktifkan check and balances dan mendukung demokrasi yang sehat. Diskusi ini juga menghadirkan pandangan dari Dr. Hendri Satrio, Ahmad Khirul Umam, Ph.D., dan Prof. Komaruddin Hidayat, yang menyampaikan perspektif mereka terkait politik dan ekonomi Indonesia.
Sebagai penutup diskusi, Prof. Komaruddin Hidayat menyampaikan bahwa terjadi pengulangan dalam orde politik selama 25 tahun, dan menekankan pentingnya menggabungkan semua elemen kekuatan untuk menciptakan perkembangan yang berkelanjutan di Indonesia.
Editor :Yefrizal
Source : universitas Paramadina