Universitas Paramadina Gelar Orasi Kebangsaan Terkait Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Universitas Paramadina kembali menjadi tuan rumah diskusi strategis melalui acara Orasi Kebangsaan: Perjalanan, Tantangan, dan Harapan Pemberantasan Korupsi di Indonesia
JAKARTA - Universitas Paramadina kembali menjadi tuan rumah diskusi strategis melalui acara Orasi Kebangsaan: Perjalanan, Tantangan, dan Harapan Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang digelar di Kampus Kuningan, Jakarta.
Acara ini merupakan kolaborasi antara Paramadina Public Policy Institute, Paramadina Graduate School of Diplomacy, dan Institut Harkat Negeri.
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, membuka acara yang dihadiri oleh berbagai tokoh nasional seperti Ahmad Khoirul Umam, Wijayanto Samirin, Kevin Evans, Saut Situmorang, Sukidi, dan Sudirman Said.
Ahmad Khoirul Umam mengawali orasi dengan mengutip data Transparency International yang menunjukkan skor rata-rata global dalam Indeks Persepsi Korupsi hanya 43 dari 100, menandakan stagnasi dalam pemberantasan korupsi.
Ia menyoroti pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tantangan besar di Indonesia.
"Solusi membutuhkan political will dari pemimpin tertinggi serta kolaborasi erat masyarakat sipil untuk menjaga komunikasi produktif," ujar Ahmad Khoirul.
Wijayanto Samirin menyoroti hubungan antara politik dan ekonomi di Indonesia, terutama tingginya biaya politik yang membuka celah untuk korupsi.
"Demokrasi yang mahal menciptakan ekonomi biaya tinggi. Sistem politik yang mahal sering memunculkan kebijakan yang berpihak pada investor yang mendanainya," jelas Wijayanto.
Wijayanto juga menekankan bahwa di Indonesia, demokrasi cenderung terkonsentrasi pada eksekutif, mengingat banyaknya pimpinan partai politik yang juga menjadi anggota kabinet.
Kevin Evans, Direktur Indonesia untuk Australia-Indonesia Centre, menyoroti dampak perubahan UU KPK pada 2019 terhadap kepercayaan internasional.
"Koruptor berharap masyarakat menyerah, tetapi kita harus terus berjuang," tegasnya.
Saut Situmorang menggambarkan kondisi sosial Indonesia dengan analogi "kandang ayam yang jorok dan bau," yang merepresentasikan normalisasi perilaku koruptif.
"Pemanfaatan teknologi digital dan big data penting untuk transparansi dan pengawasan yang lebih efektif," ujar Saut.
Sukidi menyoroti krisis moral bangsa yang mengakibatkan runtuhnya batas antara benar dan salah.
"Bangsa ini telah menjadi nation without soul. Pemimpin harus mampu menjaga integritas demokrasi tanpa mencampuri urusan institusi lain," tegas Sukidi.
Sudirman Said, Ketua Institut Harkat Negeri, mengaitkan korupsi dengan berbagai persoalan sosial, mulai dari infrastruktur hingga kesejahteraan guru.
"Korupsi merusak seluruh sendi kehidupan. Kita perlu menggali kembali kearifan lokal Nusantara sebagai antidote terhadap korupsi," ujar Sudirman.
Acara ini diakhiri dengan refleksi bersama bahwa pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kolektif. Universitas Paramadina berkomitmen untuk terus menjadi ruang diskusi intelektual yang mendukung agenda antikorupsi demi kemajuan bangsa. Para pembicara menyerukan penguatan nilai dan budaya integritas dalam seluruh aspek kehidupan.
Editor :Yefrizal